Reog merupakan kata yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Mendengar kata Reog, orang langsung teringat pada kesenian rakyat dari Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia. Sebuah kesenian Barongan yang berasal dari kulit kepala macan/singa dan bulu burung merak.Kesenian ini ditarikan oleh penari yang membawa Barongan dan menari sambil meliak-liukkan Barongan yang dibawa dengan menggigitnya. Semua kagum atas kekuatan gigi dan kelenturan penarinya.
Namun bagi masyarakat Trenggalek, Kabupaten di sebelah timur Kabupaten Ponorogo dan sebelah barat Kabupaten Tulungagung khususnya orang-orang tua, Reog adalah merupakan sebuah kesenian Tari Gendang yang dimainkan oleh 6 orang atau lebih dan diiringi gamelan. Ke-enam penari orang yang membawa gendang menari-nari sambil menabuh gendang yang dibawa masing-masing penari. Reog ini berasal dari Kabupaten Tulungagung. Dan Reog Ponorogo yang dikenal orang selama ini oleh masyarakat Trenggalek dinamakan Dadak Merak.
Arti Reog
Tidak ada dalam Kamus Sansekerta atau Jawa Kuno/Kawi yang bisa menjelaskan arti kata Reog. Pun dalam Prasati atau Lontar-Lontar Kuno tak ada yang menyebut Kata Reog. Kata Reog itu juga merupakan kata yang asing bagi masyarakat sekarang. Kata Reog bagi masyarakat Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung dan sekitarnya mungkin sudah lama didengar bahkan sebelum Indonesia lahir dan mungkin hanya di daerah 3 Kabupaten tersebut dan sekitarnya yang pertama mendengar dan mengucapkannya. Trenggalek adalah Kabupaten yang dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Ponorogo dan Tulungagung(Ngrowo). Jadi kiranya akan lebih obyektif orang Trenggalek untuk mengartikan atau menilai kata Reog yang ada di Ponorogo dan Tulungagung yang akan penulis bahas ini, daripada orang di daerah kedua Kabupaten tersebut. Kesenian Reog di Indonesia hanya ada di kedua Kabupaten tersebut namun berbeda bentuk dan model tariannya. Berangkat dari dua kesenian Reog yang berbeda tersebut penulis berpendapat , Reog adalah kesenian rakyat yang berbentuk tarian dan diiringi gamelan Jawa kemudian ditarikan beramai-ramai oleh orang biasa atau prajurit kerajaan. Fungsi awal dari kesenian ini sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap penguasa dan juga hiburan bagi rakyat. Berbeda dengan kesenian Kuda Lumping atau Jaranan/Jaran Kepang(orang Jawa Timur) yang pada awalnya berfungsi sebagai Ritual untuk Minta Hujan, Keselamatan, Pengobatan dan sebagainya.
Asal-Usul dan Sejarah Reog
Sampai sekarang penulis belum menemukan catatan sejarah sejak kapan Kata Reog digunakan. Kata Reog ada seiring dengan kesenian tersebut ada. Seperti tulisan di atas, Kata Reog tidak ada dalam Kamus Sansekerta atau Jawa Kuno/Kawi. Juga dalam Prasasti atau Lontar-Lontar Kuno peninggalan masa lalu. Kata Reog ada seiring perkembangan masyarakat khususnya masyarakat Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung dan sekitarnya. Tak ada yang tahu siapa pencipta pertama kali Kata Reog. Dia ada dengan sendirinya dan akan hilang jika sudah masanya.
Namun apa salahnya kita berpendapat dan benar atau salah hanya waktu yang bisa menjawabnya. Siapa tahu pengetahuan ini berguna bagi siapapun yang membutuhkannya. Sebelum sampai pada kesimpulan Asal Usul Dan Sejarah Reog, terlebih dahulu kita harus tahu cerita atau sejarah dari kedua Reog yang penulis bahas. Hal ini berguna sebagai bahan perbandingan.
1.Sejarah Reog Ponorogo
Banyak versi tentang Sejarah Reog Ponorogo namun penulis hanya mengambil versi yang mendekati kesamaan dengan Reog Tulungagung dari sudut sejarah atau historisnya. Dan yang penulis ambil adalah versi Majapahit karena versi inilah yang mendekati kesamaan.
Akibat dari Kekacauan di Pusat Pemerintahan Majapahit dan ketidakpuasan Para Punggawa Kerajaan, salah satu Punggawa menyingkir dari Pusat Kerajaan. Hal ini dikarenakan Raja Brawijaya lebih memperhatikan istri China-nya(Putri Cempa) dan mengabaikan pendapat dari Penasehat atau Punggawa Kerajaan. Punggawa ini menyingkir ke wilayah pinggir dari Kerajaan Wengker (Ponorogo). Wengker adalah Kerajaan Bawahan Majapahit dan tidak Logis jika Punggawa ini menyingkir ke Pusat Pemerintahan Wengker (Ponorogo sekarang). Dari bentuk Candi Brongkah yang ditemukan di Brongkah sebelah barat kecamatan Durenan Kabupaten Trenggalek, menurut penulis Candi Brongkah adalah Batas Wilayah Kerajaan Wengker dan Kediri. Jika pendapat penulis ini benar, artinya Wilayah Pinggir dari Kerajaan Wengker meliputi 12 Kecamatan di Wilayah Kabupaten Trenggalek karena dari situs yang ditemukan di Ponorogo, Pusat Kerajan Wengker ada di Wilayah Kabupaten Ponorogo sekarang. Dan wilayah yang sejak dahulu menjadi tempat pelarian Para Punggawa Kerajaan, Raja, Perampok dan tempat Pertapaan adalah Wilayah Kecamatan Kampak Trenggalek. Kenapa Kampak, karena wilayah ini terlindung oleh gugusan bukit-bukit kecil yang mengelilinginya sehingga aman untuk tempat perlindungan. Punggawa ini tidak puas dengan Raja dan ingin memberontak. Namun apa daya, kekuatan prajurit Majapahit jauh melebihi kekuatan pengikut Punggawa ini. Akhirnya muncul ide menciptakan kesenian untuk mengkritisi Raja Brawijaya. Sesuai Karakter Orang Jawa, mengkritik tidak mau secara langsung pada sasaran karena jika salah perhitungan akan mati konyol maka digambarkan dengan lambang atau gambaran. Muncullah penggambaran Kepala Singa/Macan dan diatasnya Burung Merak adalah Raja Brawijaya yang ditunggangi atau dikendalikan istri China-nya Putri Cempa. Para laki-laki yang berhias seperti perempuan dengan kuda lumping adalah penggambaran Prajurit Majapahit yang telah Loyo dan jatuh mentalnya seperti Prajurit Perempuan menunggang kuda dan menari-nari mengikuti titah Raja yang tak lagi berwibawa. Bujang Ganong adalah penggambaran dari Pujangga sendiri yang selalu menggoda Raja atau Barongan Merak dan menari-nari dengan lincahnya. Dari sinilah kesenian Reog Ponorogo muncul dan menyebar ke seluruh Kerajaan Wengker menjadi kesenian rakyat dan terus berkembang sampai sekarang. Sedang budaya Warog sendiri menurut penulis adalah Pendeta-pendeta Suci atau orang-orang Sufi dalam Islam yang mengawal Si Punggawa. Para Pendeta atau Warog ini tidak menikah dan jika menginginkan perempuan, maka dia mencari laki-laki muda yang didandani wanita untuk dijadikan kesenangan/Gemblak agar terhindar dari perbuatan zina. Para Gemblak ini dipelihara layaknya istri dan dimanja sampai Si Warog sudah tak membutuhkan lagi.
Dari sini penulis berkesimpulan secara Subyektif mungkin, karena tidak ada data ilmiah yang bisa jadikan pedoman, bahwa Reog Ponorogo pertama kali muncul dan dikembangkan dari wilayah Kampak Kabupaten Trenggalek kemudian menyebar ke seluruh Ponorogo. Ini jadi logis karena dari data sejarah, pada Jaman Kerajaan Surakarta dan Ngayogyakarta sampai Jaman Belanda wilayah Kawedanan Kampak, Trenggalek dan Karangan masuk dalam wilayah Kadipaten/Kabupaten Ponorogo kemudian memisahkan diri dan menjadi Kabupaten tersendiri ditambah wilayah dari Pacitan dan Tulungagung.
2.Sejarah Reog Tulungagung
Reog Tulungagung merupakan produk kesenian asli dari prajurit-prajurit Majapahit karena dari busana yang dikenakan sampai sekarang adalah ciri-ciri Majapahit. Ada Supit Urang, Merah Putih, dan itu adalah lambang-lambang Kerajaan Majapahit. Wilayah Tulungagung atau dahulu Jaman Majapahit dikenal dengan nama Boyolangu merupakan tempat pendadaran atau latihan prajurit-prajurit Majapahit. Tulungagung adalah tempat tinggal dan terbunuhnya Pangeran Kalang Putra Raja Brawijaya dari Selir atau Jaman dahulu disebut Lembu Peteng. Singkat cerita setelah para prajurit latihan perang dan untuk mengurangi kepenatan maka diciptakanlah sebuah kesenian Reog yang dimainkan oleh para prajurit dan diiringi gamelan. Berbeda dengan Reog Ponorogto, Reog Tulungagung memainkan Gendang yang berbeda-beda ukurannya dan ditabuh/dipukul berirama oleh 6 orang atau lebih dengan menari-nari. Semakin kencang pukulan Gendang maka permainan semakin ramai. Tujuan awal dari kesenian ini adalah murni hiburan bagi prajurit Majapahit yang kelelahan dari latihan atau sehabis berperang. Dari ini akhirnya berkembang menjadi kesenian rakyat dan menyebar ke seluruh wilayah Tulungagung dan sekitarnya.
Sejarah kedua Reog tersebut kiranya bisa memberi gambaran kepada kita, sejak kapan kata Reog muncul dan berkembang. Menurut penulis kata-kata Reog ada dan muncul sejak jaman Majapahit. Entah apakah sudah ada sejak Pra Majapahit atau sejak berdirinya Kerajaan Majapahit yang jelas kata-kata Reog sudah ada sebelum kata-kata Indonesia ada. Reog hadir dari rakyat dan tetap akan hadir bersama rakyat sebagai sebuah budaya perlawanan dan hiburan yang lahir dari hati nurani rakyat Jawa. Seperti pepatah, Jangankan Manusia,Cacing-pun akan menggeliat Jika Diinjak....Reog adalah Budaya yang lahir dari kondisi sosial pada jamannya..
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua dan ada kurang lebihnya sebagai manusia yang bodoh, penulis minta maaf dan masukannya...
Ide ini lahir dari Hati dan apakah tulisan ini Subyektif atau Obyektif penulis serahkan kepada semua karena Tak Ada Kebenaran Yang Hakiki. Kita generasi muda masa kini hanya mencoba mencari tahu hal-hal yang masih tersembunyi dan samar...Benar dan Salah hanya Tuhan Yang Maha Tahu.....Wassalam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar