Halaman

Minggu, 31 Oktober 2010

DEWANDARU

Dewandaru berasal dari bahasa Jawa Kuno atau masuk dalam khasanah bahasa Sansekerta. Dari asal katanya, Dewandaru berarti "Dewa"=Malaikat(Islam) dan "Handaru"=Wahyu atau Meteor. Jadi Dewandaru artinya Malaikat Pembawa Wahyu atau Pembawa Kebenaran. Menurut Ahli Pewayangan Dewandaru tidak masuk dalam golongan Dewa, tetapi punya arti arti tersendiri. Kata Dewandaru muncul pertama kali dalam kisah/lakon pewayangan. Lakon pewayangan yang berkaitan dengan kata Dewandaru adalah Wahyu Dewandaru. Menurut orang-orang yang mengerti tentang lakon atau cerita wayang, Dewandaru sebenarnya adalah Gelar bagi siapapun yang dipilih Tuhan segai Pembawa Kebenaran/Wahyu. Gelar Dewandaru Terbesar yang pernah di sandang manusia dipegang oleh Nabi Muhammad SAW.



Dalam cerita pewayangan, Wahyu Dewandaru atau Gelar Dewandaru pernah diperebutkan antara pihak Kurawa dan Pandawa Lima karena konon siapapun yang memakai Gelar Dewandaru maka dia akan menguasai dunia. Namun dalam cerita ini yang diperebutkan adalah orang yang bernama Dewandaru. Akhir cerita tak ada yang bisa merebutnya karena orang yang bernama Dewandaru berubah jadi pohon. Dari situlah asal muasal Pohon Dewandaru yang dikenal orang selama ini. Bagi masyarakat Jawa khususnya yang mengerti wayang atau pernah olah kebatinan, Gelar Dewandaru punya nilai tinggi karena siapapun yang memakai Gelar tersebut, maka dia dipercaya atau dipilih Tuhan untuk menjaga dunia dari Kehancuran. Gelar Dewandaru bagi masyarakat Jawa sebernarnya setara namun beda tugas dengan Gelar Sapujagad.



Tercatat menurut yang penulis ketahui, yang pernah punya Gelar Dewandaru adalah, Raja Kanwa(Mataram Kuno),Mpu Sindok(Medang Kamulan),Airlangga atau Mpu Kanwa(Kahuripan),Raden Wijaya(Raja Majapahit 1),Hayam Wuruk atau Mpu Prapanca(Raja Majapahit Terbesar dan penyandang Gelar Dewandaru Terakhir di Tanah Jawa). Raja-raja ini menurut kepercayaan orang Jawa adalah Titisan dari Dewa Wisnu, Dewa yang bertugas menjaga dunia dan Alam Semesta.



Kenapa Blog ini penulis namakan Padepokan Dewandaru, karena penulis berharap melalui Blog atau Padepokan ini terlahir manusia-manusia pilihan Tuhan yang akan menegakkan Kebenaran dan menjaga Jagad Raya agar tetap Lestari dengan sikap-sikap Luhur seperti Orang-orang Suci pada Jaman Dahulu yang bisa menjaga dan bersinergi dengan alam. Karena Hakekatnya tanpa berkompromi dengan alam, kelangsungan hidup umat manusia akan cepat berakhir.



Kiranya pengetahuan penulis yang sepenggal ini bisa bermanfaat bagi semua orang yang punya kewajiban melestarikan kelangsungan kehidupan di bumi dan Jagad Raya...

Rabu, 27 Oktober 2010

Candi Cungkup

Candi Cungkup terletak di Desa Kesimantengah Kecamatan Pacet Kabupaten Mojokerto Jawa Timur Indonesia. Candi Cungkup berada di pinggir sungai dan berada  di persawahan sekitar 500m dari perkampungan warga desa Kesimantengah. Dari relief yang berada di dinding candi menggambarkan kisah Ramayana karena dalam relief terukir gambar Hanoman,Dewi Sintha, Rahwanaraja atau Dasamuka. Menurut seorang ahli pewayangan relief itu mengisahkan penculikan Dewi Sintha oleh RahwanaRaja atau Dasamuka dan mendapat pertolongan oleh Hanoman.



Penjabaran dari kisah relief akan saya posting pada waktu yang akan datang. Sayangnya candi ini tidak tergali dengan seluruhnya dan tinggal potongan pada sebelah dasar candi. Dari sisa-sisa peninggalan nampak candi ini sebenarnya tergolong besar namun tinggal sedikit, mungkin hancur karena gempa bumi atau letusan gunung Welirang yang berada tak jauh dari lokasi candi. Dari modelnya candi ini kayaknya berfungsi sebagai tempat Perabuan jenasah Para Raja Titisan Dewa Wisnu. Dan dari kisah Raja-raja Jawa yang masih Titisan Dewa Wisnu adalah Raja-raja Majapahit. Belum ada informasi yang akurat Raja Majapahit siapa yang diperabukan di candi ini. Namun dari penelusuran Penulis bersama seorang ahli candi dan pewayangan, sebelum mencapai situs ini Penulis terlebih dahulu datang ke situs Candi Watutulis Kembangsore di desa Petak kecamatan Pacet Mojokerto. Dari situs Candi Watutulis Kembangsore ada guratan Peta di Batu Candi yang mengarah jelas pada situs Candi Cungkup. Dari sisa-sisa Candi Watutulis Kembangsore, ada potongan Patung Perempuan yang menurut seorang ahli candi dan pewayangan yang bersama Penulis ciri-cirinya seperti Gayatri atau anaknya Tribuwana Tunggadewi. Kalau benar patung Tribuwana Tunggadewi, besar kemungkinan Candi Cungkup adalah tempat perabuan Suami Tribuwana Tunggadewi yaitu Kertawardana(Bre Tumapel) atau menurut Penulis biasa disebut Damarwulan karena tidak mungkin Tribuwana Tunggadewi titisan Wisnu karena dia seorang perempuan...Namun kalau Patung Perempuan di Candi Watutulis adalah Gayatri,besar kemungkinan yang diperabukan adalah Raden Wijaya suaminya atau gelarnya Kertarajasa Jayawardana....



Yang agak aneh dari relief candi ini adalah adanya relief Semar berdampingan dengan kisah Ramayana karena menurut ahli Pewayangan cerita Semar ada jauh sebelum kisah Ramayana yang artinya candi kemungkinan besar sudah ada sebelum akhirnya dipugar kembali untuk perabuan jenasah Para Raja. Kayaknya ini menjadi PR bagi ahli Purbakala....Semoga ahli Purbakala lebih perhatian lagi dengan situs peninggalan nenek moyang yang terbukti telah meninggalkan budaya yang bernilai seni tinggi.....