Halaman

Senin, 12 April 2010

Shalat Dalam Kajian Metafisika

Pengarang : KH Bahauddin Mudhary



Manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani (badan halus) atau metafisis. Jasmani membungkus ruh. Dalam ruh manusia ada unsur ketuhanan. Meski manusia meninggal, ruh ketuhanan tetap ada. Ruh manusia yang meninggal disebut ruhani. Istilah lain dari penulis buku ini Astral Ligam atau Astral Matter.

Dalam konteks ini, manusia yang hidup bisa menghubungi bion-bion tersebut. Karena manusia yang hidup juga memiliki bion-bion, ion-ion. Namun tidak semua manusia yang hidup mampu menjangkau bion-bion di Astral Ligam. Tergantung kekuatan batin seseorang. Butuh konsentrasi kuat dan energi yang besar. Ibaratnya sebuah frekwensi. Jika frekwensi manusia lemah atau rusak, tentu sulit menembus bion-bion ruhani yang telah meninggal.

Dalam alam kehidupan ini, pandangan indra kita masih terbatas. Beberapa lapisan yang menutupi hakikat dari kenyataan sebenarnya. Katakanlah masih ada hijab-hijab/penghalang untuk menyaksikan kenyataan hakiki. Agar manusia mampu menembus penghalang tersebut maka perlu mengolah spiritualnya. Mengolah kekuakatan spiritual melalui shalat adalah syarat mutlak agar mampu menyingkap kenyataan metafisis. Selain shalat melalui zikir dan doa.

Bagaimana hubungan antara shalat dengan alam ketuhanan? Seorang yang shalat, berkonsentrasi menyebut-nyebu nama Allah, berdoa dan dan berzikir maka dalam diri seseorang akan terpancar gelombang-gelombang ruhani menuju alam ketuhanan (Allah). Dalam istilah penulis buku ini yaitu Unio mytica (bersatu dengan tuhan). Adanya gelombang penyatuan ini, maka seseorang akan mampu melihat hakikat kenyataan dan selalu mendapat petunjuk tuhan (hidayah).

Manusia yang selalu melakukan aktivitas spiritual, maka gelombang-gelombang ruhaninya akan menjadi sinar ruhani (emanasi). Dalam dirinya akan selalu terpancar gelombang hingga selalu berhubungan dengan tuhan. Orang yang selalu memancarkan dalam dirinya gelombang ketuhanan, melalui kegiatan spiritual misalnya shalat, zikir dan doa akan mendapat hidayah, bimbingan dari Allah, atau sinar ilahi. Jadi jangan heran bila seseorang yang memiliki tingkat spiritual tinggi, mampu menjangkau suatu peristiwa yang akan terjadi.

Orang yang shalat khusyu, berarti bion-bion ruhaninya bekerja. Posisi diri dengan alam ketuhanan adalah, dirinya menjadi sebagai alat penerima (ontivanger), sementara alam tuhan memancarkan gelombang aether sebagai alat penyiar (zender), yang mewujudkan sabda-sabda menuju ke arah otak. Inilah yang disebut ilham atau intiusi.

Menurut penulis, berdasarkan tinjauan ilmu metafisika, ruhani yang tersusun dari bion-bion, ion-ion dan elekton-elektron adalah anasir-anasir daya listrik. Apalagi anasir-anasir bergerak (dengan olah batin) maka di sekitarnya mewujudkan lapang tenaga daya magnet) penarik atau magnetiche krachtveld yang segera menumbuhkan rasa ketuhanan.

Tinggi rendahnya getaran bion-bion ruhani itu tergantung kekhususan shalat seseorang. Jika shalat tidak khusyu, maka tidak akan mampu menerima suara dari alam tuhan (gestord atau feeding). Singkatnya antenanya rendah, gelombangnya lemah. Penyebab ketidakhustuan ini, karena getaran bion-bion ruhaninya masih terikat alam kebendaan (stofflelijk gebeid), atau pusat perhatiannya hanya duniawi saja.

Sementara shalat yang benar, bermula dari wudhu yang baik, niat yang suci, tertib, tumakninah, merendah diri dan penuh tawadhu di hadapan Rabbi. Shalat yang khusyu, seolah-olah badan jasmani tidur, sementara alam ruhani tetap sadar. Atau menurut penulis buku ini tidur di dalam sadar. Semua ucapan dan bacaan dalam shalat perlu dilakukan menurut cara dan aturannya. Kenapa? Karena getaran ruhani yang keluar akan menuju kumpulan bion-bion menuju alam ketuhan. Dengan demikian, maka akan terhubunglah alam ruhania dalam diri manusia dengan alam Tuhan.

Tidak ada komentar: